Monyet-Monyet di Negeri Para Arwah, Danau Kelimutu

Foto-foto ini tentunya akan lebih banyak cerita untuk menggambarkan indahnya tempat para dewa bersemayam ini, di Taman Nasional Kelimutu,Ende, Flores. Sebelum saya menuju Danau Kelimutu, saya sempatkan sehari untuk muter-muter melihat indahnya ende, terutama dipagi hari, pemandangan di pelabuhan ende sangat unik terutama di pasar ikan tradisionalnya, disinilah melihat betapa laut flores dan sekitarnya sangat kaya, langsung lihat di link ini untuk foto-foto selama survey . Selain itu pemandangan khas desa-desa flores, rumah-rumah adat dengan kubur batunya, dan tak lupa juga souvenir khas flores, kain tenun ikat, yang masih dibuat secara tradisional oleh masyarakat ende yang tinggal di gunung-gunung.
Monyet ekor panjang yang ada di kawasan ini adalah subjenis Macaca fascicularis fascicularis, yang bermigrasi ke pulau-pulau ini sekitar 18000 tahun silam (Fooden, 1995). Terkait dengan sejarah sebaran monyet di kawasan ini, apakah memang alami atau di bawa oleh manusia (seperti di papua) juga belum ada jawaban ilmiahnya. Kala itu laut lebih rendah kurang lebih 120 meter dari sekarang, dan saat itulah migrasi itu terjadi , dari dataran Sunda hingga ke sunda kecil (Bali, Lombok, nusa tenggara dan flores). Secara fisik (terutama warna bulu ) sedikit berbeda dengan monyet-monyet di Jawa (lihat monyet di, Goa Kreo Semarang), monyet disini lebih gelap keabu-abuan.

Untuk mencapai Danau 3 warna Kelimutu yang terletak di Desa Moni, kurang lebih 2 jam perjalanan menggunakan mobil dari Kota Ende, Kota ende sendiri adalah kota Ibukota kabupaten Ende, kota pelabuhan dan perdagangan yang menjadikan ende ramai dan maju, di kota ini terdapat juga beberapa tempat wisata seperti museum bahari, museum tenun ikat dan rumah pengasingan presiden pertama Sukarno. Saya sempat masuk ke museum bahari namun kondisinya sangat tidak terawat, koleksi-koleksi yang flora dan fauna dari laut sekitar flores tergeletak begitu saja, seperti tidak di rawat. Kota ende sendiri sangat mudah di hafalkan jalur-jalurnya, dan salah satu yang menurut saya berbeda dengan kota lainnya adalah angkot-angkot disini modis-modis, biasanya dengan sound system yang keras, speaker besar dan hampir sopir-sopir disini muda-muda, sekali naik jauh dekat 3000, dan apabila didalamnya siap-siap tutup kuping dengan dentuman musik yang menggetarkan dada.
Jalan yang berliku-liku, di tepi bibir jurang sungai yang mengalir ke kota ende, tebing-tebing curam, dan terlihat hanya semak-semak kecil yang tumbuh di permukaan gunung-gunung batu sepanjang jalan ke Moni. Satu-satunya jalan darat yang menghubungkan kota-kota di Pulau flores dari timur ke barat melewati ende, menuju Bajawa. Monyet-monyet mulai terlihat pertamakali di sekitar jalan menuju moni kilometer 16 dari kota ende.
Danau kelimutu merupakan danau vulkanik yang saat ini menjadi salah satu obyek wisata di Taman Nasional Kelimutu. Terkait dengan monyet-monyet di sekitar danaukelimutu terdapat feeding ground yang digunakan untuk memberi pakan monyet-monyet ini setiap hari. Habitat monyet ini berada di sekitar danau kelimutu yang di dominasi semak belukar jenis tanaman Rododendron, yang merupakan salah satu tanaman endemik di pulau flores. Monyet-monyet ini sepertinya juga sudah mulai terbiasa dengan pengunjung danau kelimutu, meskipun agresifitas terhadap pengunjung, interaksi monyet di kawasan wisata seperti ini juga menyimpan potensi konflik dengan pengunjung apabila tidak di antisipasi sejak awal. Permasalahan seperti ini juga banyak terjadi di hampir seluruh obyek wisata di yang pernah saya kunjungi dan menggunakan monyet ekor panjang sebagai salah satu point interest. Meskipun hampir semua obyek wisata masih menganut paradigma mass tourism, seharusnya pertimbangan ekologis dan pengelolaan satwaliar juga menjadi prioritas untuk dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara monyet, manusia, dan lingkungannya.

Komentar

Postingan Populer