Kekah Watching : Wisata minat khusus untuk melestarikan Primata endemik Natuna
Oleh : Arif Setiawan
Presbytis natunae- Kekah Natuna |
Perjalan primate watching bulan September 2022 menuju pulau di ujung utara nusantara, Pulau Natuna. Informasi tentang Natuna ini di awali dari expedisi ke natuna pada bulan November 2020. Kami berangkat ke Natuna, dari Pontianak, karena kebetulan ada kegiatan di Ketapang, Kalimantan Barat, kemudian ke Batam. Kurang lebih 1.45 menit penerbangan dari Batam menuju Natuna, tanggal 8 September 2022, pukul 16.20 saya menginjakkan kaki dan menghirup udara segar bumi Natuna, sebuah pulau yang menjadi impian sejak lama untuk di kunjungi karena keberadaan jenis primata pemakan daun Kekah ( Presbytis natunae). Tujuan kami adalah Desa Mekar Jaya, di Kecamatan Bunguran Barat. Bang Ahdiani , sudah menunggu kami, beliau adalah lokal hero, yang banyak membantu menyuarakan pelestarian primata asli natuna
Bang Ahdiani langsung mengajak kami ke salah satu lokasi istimewa yang menjadi land mark alami di Kepulauan Natuna, sejarah alam yang terbentuk dari era dinasaurus ada disini, singkapan batuan granit dengan ukuran yang luar biasa dengan kombinasi bentang alam pantai, pemandangan yang tidak cukup diceritakan dengan kata-kata.
singkapan geologis kala jurasik di Natuna, dengan latar G.Ranai |
Menurut penelitian geologi, Kepulauan Natuna terletak pada tumbukan antara kerak Samudera Hindia dan paparan sunda (Sundaland- dimana pada saat itu sebagian besar asia tenggara masih jadi satu daratan) pada zaman Jurassic kira kira 200 juta tahun yang silam, yang nampak sekarang adalah singkapan batuan granit yang kokoh dan spektakuler di pantai-pantai di Pulau Natuna. Potensi geoheritage dan keanekargaman hayati yang ada didalamnya merupakan sejarah alam yang harus di lestarikan untuk ilmu pengetahuan dan warisan kekayaan alam generasi selanjutnya.
Terkait dengan Kekah Natuna ( Presbytis natunae) mari kita coba runut sejak kira-kira dari 6000 hingga 20.000 tahun yang silam, ketika sebagian besar wilayah asia tenggara ini masih berupa daratan, bernama Sundaland . Kemudian kalau kita melihat jaringan sungai purba saat itu, Natuna berada pada sekitaran sungai purba Molengraff, sesuai dengan nama peneliti geologi dan penjelajah alam Gustaf Frederic Molengraff dari Belanda yang mempelajari sungai-sungai purba di dataran sudanland pada tahun 1800an. Sudah tentu kawasan ini adalah salah satu pusat keanekargaman hayati bumi waktu itu. Perubahan iklim global dan vegetasi yang terjadi dalam ratusan kali siklus tentu membuat yang tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan menjadi mati atau punah. Bukti-bukti sejarah alam tersebut yang kini kita coba rangkai untuk merekonstruksi peristiwa yang terjadi.
Untuk melihat perubahan daratan menjadi lautan pada saat itu dapat dilihat disini:
Sundalan dan perode glasiasinya |
https://atlantisjavasea.files.wordpress.com/2015/09/sundaland-in-the-last-glacial-period.gif
Ketika itulah diperkirakan ketika jaman dinosourus punah mamalia termasuk jenis-jenis monyet pemakan daun seperti Kekah menyebar dari daratan utama benua Asia hingga menghuni dataran luas Sundaland. Hingga ke jawa, Kalimantan, dan Sumatra. Proses naik turunnya muka airlaut di kawasan ini diperkirakan terjadi dalam waktu berulang-ulang , merubah vegetasi dan iklim dari hutan dan padang rumput juga dalam periode waktu hingga 2 juta tahun. Speciasi atau penyesuaian dengan kondisi lingkungan yang ada, evolusi membentuk ciri khas berbeda dari masing-masing jenis-jenis primata khususnya Presbytis di kawasan sunda yang sudah terpisah-pisah menjadi Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Perbedaan ciri-ciri morfologi dari warna rambut, ukuran tubuh, tengkorak dan suara, hingga saat ini yang digunakan sebagai dasar penentuan taxonomi kekah, dengan jenis Presbytis lainnya di pulau lainnya, Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil sekitarnya seperti Bintan, Singapura, dan semenanjung Malaysia.
Mantau Kekah, inisiasi dari Mekarjaya, Bunguran Barat Natuna |
Melihatnya langsung hidup di habitat alam, “lifer” menjadi sebuah prestis tersendiri untuk pengamat primata, dan Kekah pada hari itu adalah lifer bagi saya. Melihat pertama kali di habitat kebun karet campur yang dekat dengan kawasan rawa mangrove. Pada jarak kurang lebih 65 meter. Terlihat jelas warna hitam tegas di kepala membentuk seperti mahkota, puggung hitam sampai di bagian tangan dan kaki, sementara warna rambut putih bersih di bagian dada dan samping dada hinggak ke perut bagian dalam dan paha bagian bawah , dan lingkar mata putihnya dan bagian hidung dan mulut , terlihat seperti memakai kacamata dan masker.
Kami berjalan menyusuri tepi desa, jalan yang sudah diperkeras, mempermudah pengamatan dan sepertinya Kekah di Mekar jaya aini sudah relatif terhabituasi, artinya tidak terlalu takut dengan keberadaan manusia. Kelompok pertama yang kita jumpai ada sekitar 3 individu. Beberapa meter kemudian kami menjumpai lagi, masih di kebun campur karet dan pohon kayu alam.
Landscape hutan di Natuna |
Dalam satu hari itu kami terus menyusuri kebun hutan di sekitar Mekar jaya, melihat landscape yang lebih luas kondisi habitat dan perjumpaan-perjumpaan dengan kekah selanjutnya semakin mudah dan dekat. Biji pohon karet ternyata menjadi kesukaan kekah di Mekarjaya.
Pada pertemuan kongres primata di Equador tahun lalu, Kekah Natuna ini masuk dalam salah satu yang di pertimbangkan dalam 25 primata paling terancam punah di dunia, karena tidak ada informasi update apapun dari sejak pertama kali specimen ditemukan 86 tahun lalu, hanya ada 3 penelitian tentang Kekah Natuna,(baca laporan lengkapnya di sini). Baru-baru ini ada satu publikasi penelitian terbaru untuk Kekah di Mekarjaya yang menyebutkan estimasi Kekah di 3 tipe habitat di sekitar dusun dengan luasan 1.236, 17 ha ini ada sekitar 928,2 individu Kekah. Penelitian ini dapat di baca selengkapnya disini : https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/52427
Sajian kuliner natuna di sela sela kegiatan Kekah watching |
Kegiatan Kekah Watching , mantau kekah merupakan salah satu turunan dari produk penelitian primata, dengan keterbatasan untuk melakukan penelitian yang lebih jauh lagi tentang Kekah Natuna, menyelamatkan specimen hidup di habitat aslinya, merupakan langkah yang nyata. Pengamatan kekah dapat mendorong munculnya kesadaran nilai penting keanekaragaman hayati untuk mempertahankannya di antara gelombang pembangunan infrastruktur dan aktifitas manusia. Pengamatan kekah sudah tentu akan mendorong juga kegiatan ekonomi lokal, kebutuhan penginapan sajian kuliner dan pemandu pengamatan memanfaatkan dan bekerjasama sumberdaya yang ada di sekitar.
Kekah di balik batang pohon karet |
Anak kekah yang masih bayi berwarna putih |
Pengamatan kekah juga mendorong peranserta masyarakat umum ( citizen science) dalam ilmu pengetahuan, primate life-listing kegiatan pengamatan dapat digunakan untuk informasi sebagai dasar dalam pengelolaan populasi dan habitat Kekah. Harapannya nilai tambah keberadaan kekah di Natuna dapat di optimalkan dalam berbagai hal termasuk ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Kekah natuna, dapat menjadi identitas yang dapat di gunakan secara global. Kegiatan mengamati Kekah, dapat menjadi pilihan wisata minat khusus di Natuna, diantara pilihan-pilihan wisata yang sudah ada dan berkembang saat ini. Tidak menangkap, tidak memelihara dan tidak mengganggu Kekah dan menjaga habitatnya tetap ada, dapat dilakukan oleh siapa saja secara partisipatif dengan peran di bidang masing-masing.
Mengapa repot-repot mengamati primata? Pertama kegiatan ini menyenangkan dan menawarkan pengalaman yang berbeda, mendekatkan anda ke alam, beriteraksi dengan warga setempat disekitar habitat primata yang memiliki budaya dan latar belakang yang bermacam-macam yang mungkin tidak akan pernah Anda lihat sebelumnya, ini akan menyehatkan mental anda ! Terlebih lagi, dengan membagikan penampakan Anda kepada orang lain, Anda dapat memperluas pemahaman ilmiah tentang makhluk unik ini,dan bisa jadi anda laporan anda akan sangat penting bagi ilmu pengetahuan.
Komentar