Kepunahan Owajawa di Pegunungan Pembarisan, Jawa tengah

Pegunungan pembarisan, terletak di perbatasan wilayah administratif antara Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes. Nijman (2004),  menyatakan bahwa masih ada setidak 50 individu populasi owajawa di pegunungan ini. Pada tahun  yang sama juga (Djanubudiman et al,2004) melaporkan hasil surveynya, kawasan pembarisan merupakan salah satu habitat yang masih di huni oleh owajawa di Jawa Tengah, namun informasi keberadaan Owajawa hanya berdasarkan informasi sekunder, artinya tidak berdasarkan perjumpaan langsung baik secara visual ataupun vocal (suara).

Kami mencoba mensurvey lokasi ini melalui beberapa jalur, berdasarkan peta tutupan hutan yang ada di google earth. Berdasar pengalaman survey sebelumnya, owajawa biasanya ada di hutan alam, hutan alami hutan hujan tropis jawa. Kalau kita lihat peta di google hutan alam ini dapat di lihat dari warna hijau gelap, dan hutan tanaman biasanya warnanya lebih gelap cenderung ke hitaman. Inilah yang kami jadi kan panduan untuk mencari lokasi atau akses ke hutan tersebut lewat kampung terdekat. Peta google maps di gunakan untuk referensi jalur-jalur yang bisa di lalui atau desa terdekat dengan hutan. Akhirnya kami tentukan dusun Sadahayu, jadi target survey kami, terlihat di peta juga kawasan hutan ini relatif lebih baik tutupan hutannya dan juga merupakan hulu sungai Cijalu. Melalui kecamatan Salem, kab.Brebes akhirny  survey lapangan dilaksanakan, dengan kendaraan 4wd akhirnya kami bisa tembus ke dusun ini, melalui Salem, Brebes.
Sesampai didusun ini, informasi keberadaan owajawa dikumpulkan melalui wawancara langsung, degan penduduk setempat, terutama yang sering beraktifitas di hutan. Beberapa warga menceritakan keberadaan primata yang ada di hutan di dusun mereka, namun tidak satupun warga yang menceritakan langsung perjumpaan dengan owajawa, bahkan suara pun tidak mengenal. Dengan jelas penduduk setempat menceritakan primata jawa yang lainnya dengan jelas ciri-ciri fisiknya, yaitu surili (Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Informasi awal ini kami kumpulkan untuk juga menentukan jalur survey kami di hutan, di hari berikutnya. 4 jalur survey hutan kami gunakan untuk melihat kondisi hutan dan keberadaan owajawa, 4 jalur ini kami survey di hari yang berbeda dengan 2 team survey, masing-masing 2 orang, dengan 1 pemandu lokal. Peralatan utama GPS, binocular, kompas, dan alat tulis digunakan untuk mencatat perjumpaan dengan owajawa ataupun primata lainnya.

Selama 7 hari, survey hutan dan mengunjungi dusun-dusun terdekat dari hutan, tidak mendapatkan bukti keberadaan owajawa, bahkan suarapun tidak terdengar di hutan ini. Secara umum kondisi hutan, masih relatif lebih bagus, dilihat dari diameter pohon dan tutupan tajuknya.Namun aktifitas manusia di dalam hutan sepertinya sangat tingi, dilihat dari jalur-jalur hutan yang nampak jelas,dan bekas-bekas tebangan dan pencari burung. Perjumpaan dengan primata lainnya adalah kelompok surili, lutung dan kelompok monyet ekor panjang.

Sebaran owa di jawa tercatat paling timur hingga pegunungan Dieng (Nijman, 1998;Yabshi, 2004 dan Setiawan, 2012). Ketiadaan  owajawa di peg.Pembarisan menurut Kapeler (1984), tidak ada penjelasan yang pasti, Kemungkinan owa jawa telah punah di hutan ini, tanpa ada kemunkinan untuk kembali bermigrasi. Hal ini diperkuat, ketika kami interview penduduk setempat, dalam ingatan mereka tidak ada owajawa ataupun belum pernah mendengar suara owa (kami membawa rekaman dan foto owa ketika wawancara), kami mewawancara beberapa penduduk dengan umur bervariasi, dan setidaknya 3 generasi memang owa sudah tidak ada di hutan disekitar mereka. Menurut Kappeler, kerusakan hutan alami d peg.pembarisan, membawa implikasi kepunahan populasi owajawa. Untuk terjadi re-kolonisasi, hutan yang tumbuh kembali harus terkoneksi dengan hutan yang masih terdapat owajawanya. Kalau koneksi dengan hutan yang masih alami hilang, maka meskipun hutan sudah  tua, tidak akan lagi di huni lagi oleh owajawa. Penjelasan ini sangat jelas, ketika kami memutari hampir separuh lebih dari peg.pembarisan ini, mulai di bagian utara kami survey melalui desa-desa terdekat dengan hutan (lihat jalur peta jalur survey). Hutan pegunungan pembarisan sudah terkurung oleh penggunaan lahan lainya seperti, sawah, perkebunan, pemukiman dan juga hutan tanaman. Dan sejak kapan kawasan ini terfragmentasi kami juga belum mempunyai informasi lebih jauh tentang ini, atau mungkin sejarah hutan di kawasan peg.pembarisan yang terkait langsung dengan aktivitas manusia juga belum ada. Kawasan hutan pembarisan sangat potensial sebagai habitat owajawa, dilihat dari kondis vegetasi, dan terlihat juga dengan adanya primata lainnya, yang masih ada (lutung, rekrekan atau surili, dan monyet ekor panjang). Namun kesempatan survivenya sepertinya sudah sangat kecil, apabila kerusakan habitat yang secara masif tidak dapat di kembalikan, meskipun  juga masih banyak kawasan berhutan di peg ini juga belum dilakukan survey lebih lebih intensif.

Daftar pustaka
Arif Setiawan, Tejo Suryo Nugroho, Yohannes Wibisono, Vera Ikawati, Jito Sugarjito, 2012, Population density and distribution of Javan gibbon (Hylobates moloch) in Central Java, Indonesia, Biodiversitas (1) no.1, p. 23-27
Djanubudiman G, Arisona J, Iqbal M, Wibisono F, Mulcahy G, Indrawan M, Hidayat RM. 2004. Current Distribution and Conservation Priorities for the Javan Gibbon (Hylobates moloch). Report to Great Ape Conservation Fund, US Fish and Wildlife Service, Washington, DC, Indonesian Foundation for Advance of Biological Sciences and Center for Biodiversity and Conservation Studies of University of Indonesia, Depok.
Kappeler M. 1984. The gibbon in Java. In: Preuschoft H, Chivers DJ, Cheney DC, Seyfarth RM, Wrangham PW, Strushaker TT (eds) The Lesser Apes: evolutionary and behavioral biology. University of Chicago Press, Chicago.
Nijman V, van Balen B. 1998. A faunal survey of the Dieng mountains, Central Java, Indonesia: Status and distribution of endemic primate taxa. Oryx 32: 145-146.
Nijman V. 2004. Conservation of the Javan Gibbon Hylobates moloch: population estimates, local extinctions, and conservation priorities. Raffles Bull Zool 52 (1): 271-280.

Komentar

Unknown mengatakan…
Save pembarisan rainforest
# warga lokal
Unknown mengatakan…
Dengan segala kekayaan dan potensi...
Kita harus peduli..
Dengan akhir ini saya lihat banyak perburuan!!!secara besar-besaran.
Kawasan ini harus jadi cagar alam!!
#Save pembarisan rainforest
#wargalokal
Unknown mengatakan…
Save pembarisan rainforest

Postingan Populer