Asian Primate Symposium 2024, delegasi swaraOwa dan petualangan primata Sumatera utara.

 Oleh Arif Setiawan

Peserta APS 2024

Pertemuan primate enthusiast terbesar di Asia  telah dilaksanakan di Medan tanggal 24-27 November 2024. Asian Primate Symposium kali bertema “ Living harmony with Primates” sebagai tuan rumah dan organizer acara adalah OIC, YEL, USU, FORINA dan KIARA.  Panut Hadisiswoyo, ketua acara dalam pembukaan Asian primate symposium ini melaporkan bahwa hampir  300 peserta dari 20 negara hadir  dan 54% diantaranya adalah peserta dari Indonesia, menunjukkan bersarnya potensi primatologist kita dan berpera dalam  konservasi primate secara global. Acara yang di gelar setiap 2 tahun sekali, yang kali ini bertempat di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Banyak manfaat dengan menghadiri simposium seperti ini, diantaranya :

1.        Untuk mengaksess pengetahuan secara khusus, karena melalui symposium peserta mendapakan kesempatan langsung untuk mengetahui hasil penelitian, gagasan pengetahuan di topik yang khusus.

2.        In-dept discussion, dalam symposium kita akan bertemu langsug dengan PI ( principal investigator), pelaku program atau proyek, jadi kita bisa bertanya atau bertukar pendapat secara langsung.

3.         Membangun jejaring, setelah kita presentasi atau peserta lain presentasi ada kesempatan untuk berinteraksi langsung, mengenalkan project atau kegiatan kita.

4.      Berkolaborasi,  Jumlah peserta simposium yang lebih sedikit dapat menciptakan suasana kolaborasi yang lebih baik dan membangun hubungan yang lebih erat. Kemungkinan berkolaborasi dengan lembaga lain, atau bertemu dengan donor.

5.        Komitmen waktu sebagai pekerja  konservasi profesional, tata waktu dari pendaftaran pengumpulan abstract hingga presentasi, akan melatih kita menghargai waktu. Kita sangat sibuk dengan kegiatan atau program kita, namun harus bisa meluangkan waktu juga untuk berbagi pengalaman dengan yang lain.

Delegasi swaraOwa

Symposium Asian Primate 2024 ini swaraOwa mendelegasikan 4 judul presentasi oral yaitu :

1.        Preliminary survey : Biodiversity Monitoring by Local Community in Mendolo Village, Lebakbarang District, Pekalongan Regency, oleh Kurnia Ahmaddin, di presentasikan di symposium topik “ Community empowerment” , bercerita kegiatan pelibatan masyarkat di sekitar habitat owa untuk kegiatan monitoring primate dan keanekaragaman hayati, yang bertujuan untuk meningkatkan apresiasi warga terhadap keanekaragaman hayati.

2.       Community conservation for Javan Gibbon through beekeeping program, oleh Sidiq Harjanto dalam topik symposium “ community empowerment”, mempresentasikan kegiatan budidaya lebah untuk mendukung kegiatan konservasi Owa Jawa.

3.        Siripok Bilou: Mentawai gibbon, culture and natural value, Oleh Arif Setiawan di presentasikan dalam topik symposium  Cultural value of Asian Primates, mempresentasikan kegiatan konservasi primate di Kepulauan Mentawai, hasil kolaborasi dengan lembaga lokal, Malinggai Uma Mentawai.

4.        Triangulation for Javan Gibbon Density: The Effectiveness of Human Observers vs. Passive Recording, oleh Nur Aoliya, dalam topik Behavior, Spatial,Vocalization, presentasinya di bawakan oleh Arif setiawan karena Aoliya tidak bisa hadir karena sakit, merupakan hasil preliminary research untuk penggunaan alat rekam pasif untuk monitoring Owa dibandingkan dengan metode pendengaran manusia.  

Alumni MSP di APS2024

Kami mempunyai momen yang luar biasa karena dalam simposium ini kami bertemu dengan peserta yang mengikuti kursus lapangan tahunan sokokembang siamang, MSP Alumni. Hal ini membuat kami bangga karena kami memberikan dampak positif terhadap konservasi primata di Indonesia.

Di acara ini swaowa juga menampilkan booth, yang berisi produk produk konservasi dari kegiatan kita swaraowa, acara ini juga menjadi bagian dari promosi konservasi dan penggalangan dana melalui penjualan merchandise souvenir dan tentu saja kopi owa menjadi ambassador untuk konservasi Owa jawa. Yang menarik dari pameran produk ini juga kadang mengahsilkan diskusi hangat selain di ruangan presentasi, suasana cair, dengan secangkir kopi ngobrol dengan peserta  lain terasa lebih akrab, dan yang menyenangkan ada di booth Kopi Owa produk yang kami bawa dari Jogja telah terjual habis, menyisakan 3 bungkus kopi saja yang kemudian kita berika untuk peserta lain yang belum mendapatkannya.

Primate Watching Bukit Lawang

Hylobates lar

Presbytis thomasi

Orangutan

Setelah penutupan acara symposium, kami  9 orang dari 4 negara memilih field trip sendiri daripada begabung degan trip besar yang akan berkunjung ke Oranguntan Heaven, suaka orangutan yang tidak dapat di lepas liarkan kembali habitat liar dengan berbagai alasan kondisi orangutan yang tidak mungkin survive di alam liar.  Kami menyewa 2 mobil, sore itu langsung menuju bukit lawang,  salah satu tempat legendaris untu wisata melihat orangutan Sumatera ( Pongo abelli) di alam liar. Perjalanan kuranglebih 3 jam dari Kota Medan dan sempat hujan deras dan mobil kita mengalami pecah ban 2 sekaligus dalam sekali waktu, membuat kita sampai di penginapan ecolodge di bukit lawang jam pas tengah malam. Setelah mendapatkan kamar masing-masing dan bertemu dengan guide untuk besok pagi kami istirahat. 

Jam 5.30 dibangunkan oleh suara panggilan Kedih (Presbytis thomasi), lutung pemakan daun endemic Sumatera utara. Jambul dan warna dan gaya rambutnya sangat unik, seperti Bintang rock. Ada kurang lebih 12 individu teramati di sekitar penginapan, dan nampak sudah berhabituasi dengan pengunjung di Bukit lawang. Yang juga bersamaan dngan munculnya kedih ini adalah kelompok monyet ekor panjang, ada sekitar 15 an individu, dan berada di atap-atap rumah penginapan, namun tidak begitu agresif melihat manusia yang lewat di sektiar mereka.

Setelah sarapan jam 8 pagi , kami mulai trekking ke bukit, ditemani dua orang guide, guide sangat fasih berbahasa inggris, dan menjelaskan sedikit sejarah bukit lawang, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Leuser, dan dulu merupakan tempat rehabilitasi orangutan yang di bangun tahun 1973, dan tahun 2003 terjadi banjir besar di Sungai bahorok, merusak smua fasilitas dan korban jiwa. Baru beberapa meter dari penginapan di arah bukit, kita berjumpa lagi dengan kelompok Tomas, ada sekitar 8 individu. Kemudian kami melanjutkan trekking dan melihat lagi dari jarak jauh 2 individu Lutung sumatera (Trachypithecus cristatus), sangat berbeda dari Kedih dari gaya rambutnya, yang lebat di sekitar muka dan mengarah ke muka dan tidak berjambul. Bebebrapa meter dari gerbang masuk Taman Nasional Gunung leuser, kami melihat Ungko ( Hylobates lar) 1 individu dan ternyata sedang bermain dengan Kedih.  Warna coklat muda dan ada warna putih mengelilingi wajahnya. Beberapa saat kemudian terdengar panggilan great call, dari induknya, hanya satu kali greatcall saja, dan spertinya mereka menghindar dari wiatawan yang mengejarnya untuk melihat.

Beberapa guide yang turun, kearah kita mengatakan ada orangutan di selter dua, dan kami pun bergegas, dan ternyata setelah sampai memang benar 2 idividu orangutan ( induk dan anak) dan lebih kaget lagi dibawahnya ada puluhan orang sedang melihatnya, memotret dengan camera, hp, dan banyak juga yang hanya mengamati. Jarak yang cukup dekat kuranlebih 2-5 meter meskipun tidak ada interaksi langsung, namun sepertinya sudah terlalu dekat. Guide yang mendampingi tamu-tamu ini juga ada sekitar 15 orang, lebih berkumpul  dengan sesama guide. Sepertinya pekerjaan mendampingi tamu untuk melihat orangutan sudah begitu popular disini.  Untuk informasi di harga trip pengamatan ini adalah IDR 200,000 untuk wisatawan domestik dan IDR 700,000 untuk wisatawan asing., penginapan IDR 450,000, sarapan tersedia.

Setelah puas melihat orangutan kami pun turun, dan kemudian chek out dari penginapan mengingat perjalanan kita akan sangat jauh lagi menuju Danau Toba.

 Siamang Sibanganding

Siamang

Beruk
Di Danau Toba, Parapat kami berkunjung ke Taman Kera Sibanganding, yang mengejutkan taman kera ini ternyata Siamangnya sudah sangat jinak, artinya sering berinteraksi dengan manusia, terutama pengunjung dan ternyata di beri makan oleh penjaga yang ada disana. Beruk ( Macaca nemestrina) ada sekitar 30an individu, berada disekitar warung ini dan lokasi ini menjadi atraksi wisata satwaliar namun cukup beresiko, karena karena terlalu intensif dan dapat menimbulkan perubahan perilaku, meskipun hal ini tidak ramah terhadap satwa namun wisata ini setidaknya telah menjaga satwaliar hidup di alamnya. Ada  keluaga siamang  ( 1 anak remaja, Jantan dan induk betina) , yang nampak di Sibaganding. Pendampingan dan edukasi konservasi kepada pengelola seharusnya dapat di tingkatkan oleh pihak terkait dan pemerhati primata di Sumatera Utara atau siapapun yang peduli, sehingga edukasi  konservasi dapat di teruskan kepada pengunjung yang kebelutan lewat atau singgah di taman kera Sibanganding.  Lokasi yang sangat dekat dengan wisata danau Toba, mempunyai potensi wisatawan yang sudah tersedia, dan sangat menarik apabila juga dikaitkan dengan wisata sejarah geologi   kawah supervolcano Toba, setidaknya  menjadikan pilihan dan menyediakan  informasi dan wisata alternatif untuk  melihat Siamang liar Sibanganding.

Kuliner sumatera utara

Trip kami melalui perjalanan kuranglebih 1775 km, melalui kota-kota di Provinsi sumatera utara hingga ke Provinsi sumatera barat, di sekita Sipirok, Tapanuli Selatan kami sempat melihat lokasi dam Tapanuli dari kejauhan dan hutan disekitarnya yang menjadi habitat dari Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Belum beruntung tidak bisa melihatnya karena cuacan waktu yang singkat. Kami juga memperhatikan dan mencoba kuliner lokal Sumatera Utara, dan itu adalah pengalaman yang luar biasa, rasa Dadieh, Arsik, Naniura yang tidak pernah kami temukan dalam kehidupan sehari-hari di Jawa.

Kami haru menuruskan perjalan untuk istirahat di Bukit Tinggi, dan keesokannya harinya melanjutkan perjalanan ke Padang. Kami sempat istirahat di lembah Anai, dan mendengar panggilan keras dari Ungko, dan menjadi penutup di perjalanan APS 2024.

Komentar

Postingan Populer