Pemburu Gaharu
Kisah pemburu gaharu pertama kali saya jumpai tahun 2004 saya ke pedalaman kalimantan menyusuri sungai terpanjang ke dua di pulau Borneo yaitu sungai Barito di Kalimantan Tengah. Perjalanan saya ke tempat ini untuk mempelajari perilaku ekologis dari kelompok owa yang ada di hulu Sungai Barito yang konon adalah merupakan hibridisasi dari dua jenis yang berbeda antara H.albibarbis dan H.mueleri. Pada waktu itu camp penelitian saya berada di muara Sungai Rekut dan berada di tepi Sungai Busang (Project Barito Ulu). Di tempat inilah saya mulai pertama kali bertemu para pemburu gaharu, yang berjalan ber kilo-kilo di dalam hutan, berbulan- bulan tinggal di hutan, dan biasanya mereka membawa gendongan karung plastik yang dibuat sedemikian rupa sehingga mirip tas para pendaki gunung, dan kalo berkumpul lebih dekat dengan para pemburu ini dari pakaian yang di kenakannya biasanya mereka memakai celana fitness yang (mereka bilang celana shut), konon lebih ringan dan cepat kering ketika di hutan, juga tidak tembus pacet.
Tujuan mereka adalah mencari GAHARU, batang kayu dari genus Aquilaria yang karena proses biokimia dari infeksi jamur Ascomicetes memunculkan response dari kayu itu sendiri seperti getah yang mengeras dan menyatu dalam jaringan kayu. Sejarah penggunaan gaharu dimulai sejak awal abad ke 3 yang banyak di gunakan dalam ritual keagamaan di Cina.Pekerjaan ini sangat menggiurkan dari sisi uang yang di perolehnya, bisa di bayangkan 1 kg gaharu bisa sampai kisaran 4 – 30 juta. Jadi jangan heran di pedalaman kalimantan yang sulit seperti apapun kondisi geografis dan minimnya sarana transportasi, di tengah hutan belantara yang masih asli, sudah di jelajahi oleh para pemburu gaharu.
Beberapa minggu yang lalu saya menyusuri pedalaman Kutai Timur, tepatnya di hulu sungai Telen, masuk wilayah admisnistratif Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Pengalaman di pedalaman Barito ulu kembali bertemu dengan orang -orang yang menurut saya sangat tangguh dan luarbiasa menjelajahi pedalaman hutan Kalimantan.
Beberapa pemburu gaharu yang sempat saya temui, menceritakan bahwa sekali ke hutan biasanya mereka butuh modal sekitar 3 sampai 5 juta untuk tinggal di hutan selama 1-3 bulan. Untuk membeli kebutuhan selama di hutan terutama sembako. Oleh karena itu ada tipe pemburu gaharu yang modalnya sedikit biasanya di beri modal oleh juragan yang ada di kampung mereka. Para pemburu gaharu biasanya ke hutan dalam kelompok-kelompok 2 sampai 15 orang, mereka berangkat bersama dari kampung sampai di pedalaman hutan, dan membuat satu camp untuk bersama-sama, namun ketika berburu mereka berpencar sendiri-sendiri, kearah yang berbeda-beda, dan hasilnya juga mereka dapatkan sendiri-sendiri.Diperlukan modal yang tidak sedikit untuk sekali masuk hutan, karena jauh di pedalaman kutai timur ini, harga bahan bakar solar dan bensin bisa mencapai 15-25 ribu, dan beras pun juga bisa mencapai 25 ribu per kilogramnya.
Peralatan untuk mecari gaharu selain tidak berbeda dengan pemburu lainnya, biasanya parang adalah yang utama, namun ketika sudah menemukan gaharu di perlukan peralatan khusus, yang di gunakan untuk membersihkan gaharu (lihat foto).
Namun, ternyata hampir rata-rata para pemburu setelah mendapatkan uang banyak dari hasil penjualan gaharu , berfoya-foya dengan wanita, di meja judi adalah pilihan investasi jangka pendek mereka setelah berbulan-bulan di hutan. Bahkan kadang hutang pun tidak sempat di bayar ke bos-bos mereka yang menyediakan modal untuk ke hutan.
Ada cerita sukses juga bahwa mereka mampu membuat rumah, membeli mobil dan menjadi juragan-juragan baru karena hasil penjualan gaharu.
Komentar