Primatepacker : Traveling mengenal primata Indonesia
Mengarus utamakan pelestarian primata, sepertinya agak kurang greget di banding ordo lain, seperti burung. Birdwatching atau pengamatan burung sudah menjadi industri dan gaya hidup yang dapat menggerakkan sisi ekologi, sosial dan ekonomi. Dari melihat burung, peralatan, fotografi, dan juga networking. Terinspirasi dari kawan-kawan pegiat burung yang membuat gerakan pelestarian burung Indoneisia melalui atlas burung nusantara, sepertinya untuk primata masih ketinggalan. Lewat tulisan ini saya juga mengajak siapa saja anda yang peduli dengan primata untuk juga menjadikan kegiatan hobi satwaliar ini menjadi “mainstream” .
Primatepacker, juga istilah yang terinspirasi dari para pegiat burung, yang mempopulerkan wildlife friendly hobbi di negeri ini, sekali lagi salut kawan -kawan pegiat burung. Traveling ke suatu tempat yang baru dan melihat primata di habitat alamnya, harusnya juga bisa menjadi daya tarik wisata dan salah satu kegiatan ekonomi kreatif yang menggerakan perekonomian di tingkat site, dan juga melestarikan primata-primata Indonesia. Saat ini terdapat kuranglebih 50an jenis primata di Indonesia, bahkan bisa lebih dengan adanya taxonomi terbaru. Primata yang secara morfologi kategori mamalia berukuran sedang, lebih mudah di amati, dan atraktif. Separuh dari jenis itu adalah endemik, hanya ada di pulau atau tempat tersebut.
Primatewatching, juga terinspirasi dari kegiatan birdwatching, dan di beberapa negara amerika selatan dan kegiatan ini juga sudah ramai, untuk mengundang pengunjung ke suatu tempat.
Bulan juli ini saya ber traveling dengan kolega saya untuk melihat jenis Presbytis yang ada di Sumatra, Simpai (Presbytis melalophos). Salah satu monyet pemakan daun endemik pulau Sumatra. Perjalanan saya di mulai dari Gunung Tujuh Taman nasional Kerinci Seblat hingga ke Sorolangun Jambi.
Tidaklah popular, monyet ini bukan selebritis seperti orangutan, bahkan hampir semuat tempat yang kita singgahi dan bertanya, hampir smua mengatakan monyet simpai adalah hama, mudah di jumpai di ladang dan di sekitar jalan. Atau memang hutan sudah tidak ada lagi, sehingga mereka hidup di ladang atau di pinggir jalan. Atau memang apa yang di katakana simpai itu adalah monyet daun yang kita maksud? Masih banyak pertanyaan yang jawabannya kadang harus tidak kita ragukan kebenarnya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Disinilah bedanya backpacker biasa dan “primatepacker”.
Silahkan ikuti terus perjalanan “primatepacker” di blog ini.
Monyet Simpai (Presbytis melalophos) |
Primatepacker, juga istilah yang terinspirasi dari para pegiat burung, yang mempopulerkan wildlife friendly hobbi di negeri ini, sekali lagi salut kawan -kawan pegiat burung. Traveling ke suatu tempat yang baru dan melihat primata di habitat alamnya, harusnya juga bisa menjadi daya tarik wisata dan salah satu kegiatan ekonomi kreatif yang menggerakan perekonomian di tingkat site, dan juga melestarikan primata-primata Indonesia. Saat ini terdapat kuranglebih 50an jenis primata di Indonesia, bahkan bisa lebih dengan adanya taxonomi terbaru. Primata yang secara morfologi kategori mamalia berukuran sedang, lebih mudah di amati, dan atraktif. Separuh dari jenis itu adalah endemik, hanya ada di pulau atau tempat tersebut.
Lutung Sumatra (Trachipithecus cristatus) |
Primatewatching, juga terinspirasi dari kegiatan birdwatching, dan di beberapa negara amerika selatan dan kegiatan ini juga sudah ramai, untuk mengundang pengunjung ke suatu tempat.
Bulan juli ini saya ber traveling dengan kolega saya untuk melihat jenis Presbytis yang ada di Sumatra, Simpai (Presbytis melalophos). Salah satu monyet pemakan daun endemik pulau Sumatra. Perjalanan saya di mulai dari Gunung Tujuh Taman nasional Kerinci Seblat hingga ke Sorolangun Jambi.
Tidaklah popular, monyet ini bukan selebritis seperti orangutan, bahkan hampir semuat tempat yang kita singgahi dan bertanya, hampir smua mengatakan monyet simpai adalah hama, mudah di jumpai di ladang dan di sekitar jalan. Atau memang hutan sudah tidak ada lagi, sehingga mereka hidup di ladang atau di pinggir jalan. Atau memang apa yang di katakana simpai itu adalah monyet daun yang kita maksud? Masih banyak pertanyaan yang jawabannya kadang harus tidak kita ragukan kebenarnya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Disinilah bedanya backpacker biasa dan “primatepacker”.
Silahkan ikuti terus perjalanan “primatepacker” di blog ini.
Komentar